Informasi di Ujung Jari, Benarkah Semua Jadi Lebih Mudah?
Oleh
Kategori Kebutuhan
Sahabat, di era digital ini, segala sesuatu mudah didapat, just one click away. Di internet, kita bisa mendapatkan informasi secara gratis. Mulai dari berita artis terbaru sampai berbelanja. Hanya bermodalkan kuota internet dan beberapa klik, banyak hasil pencarian yang muncul. Terlebih bagi generasi Z, yang lahir di era ketika teknologi internet sudah berkembang pesat.
Belajar segala sesuatu jadi lebih mudah, bukan?
Benarkah begitu?
Dalam buku Smarter Faster Better, Charles Duhigg menjelaskan bahwa pada tahun 2014, sekelompok peneliti di UCLA dan Princeton membandingkan hasil belajar para mahasiswa yang mencatat materi kuliah dengan tangan dan mengetik, dan menemukan bahwa mahasiswa yang mencatat dengan tangan mendapat nilai 2 kali lebih tinggi dibanding yang mencatat materi kuliah dengan cara mengetik di laptop. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk belajar informasi baru, kita harus memprosesnya dengan lebih lama, memaksa pikiran bekerja lebih keras untuk akhirnya bisa memahami dengan lebih baik.
Charles Duhigg memperkenalkan istilah keterbataan informasi, yaitu keadaan yang dibutuhkan ketika kita mempelajari informasi baru, semakin banyak yang kita lakukan dengan data tersebut, semakin banyak potongan informasi tersebut yang kita pahami.
Dengan adanya pangkalan data digital, artikel daring, video tutorial di YouTube dan lainnya, sangat mudah untuk mengalami kelimpahan informasi. Tapi, tutur Duhigg, informasi baru berguna ketika kita tahu bagaimana memahaminya.
Terlebih bagi anak-anak masa kini, yang semakin jarang menggunakan media cetak; majalah dan koran biasa. Dilansir dari tirto.id, 83,6 persen responden generasi Z memperoleh informasi dari internet, televisi 14,4 persen, dan koran 1,7 persen. Kemudahan akses menjadi alasan utama memilih sumber informasi.
Lantas, apa yang bisa kita pelajari dari perlunya keterbataan informasi?
Contohnya, saat kamu mendapat gagasan dari 1 buku, meletakkan buku itu dan menjelaskan konsepnya ke orang lain akan memperbesar kemungkinan kamu menerapkannnya dalam kehidupan sehari-hari. Dibandingkan mengajari adik kita dengan menonton video edukasi tentang nama-nama hewan, misalnya, bacakan buku bergambar sambil improvisasi cerita dari gambar-gambar tersebut.
Penulis Austin Kleon dalam Steal Like An Artist mengatakan dirinya mempunyai pojok digital dan pojok manual di ruang kerjanya. Pojok digital adalah tempat laptop dan perangkat elektronik lainnya berada, sementara pojok manual adalah buku sketsa, catatan, peralatan crafting. Saat tidak punya ide melanjutkan tulisan, berarti itu saatnya berpindah ke pojok manual. Keterbatasan bisa menjadi jalan mengatasi kebuntuan kreativitas, katanya.
Ada ide untuk hidup sedikit lebih manual, sahabat Pili?
Khonza Hanifa/ Kapilerindonesia