Cerita Kunjungan ke Panti Asuhan: Makna Syukur Kak Ima
Oleh
Kategori Kunjungan ke Panti Program Panti
Sahabat panti, kali ini kita berbagi cerita dengan Kak Ima, seorang story hunter yang bertugas rutin berkabar dengan panti asuhan, melalui kunjungan maupun online. Seorang penyuka fotografi, Kak Ima punya pengalaman panjang dengan kegiatan sosial; pegiat komunitas, menyenangi kegiatan relawan mengajar anak-anak, dan lain-lain. Berikut kita simak ceritanya.
Peran kakak di Kapiler seperti apa?
Kakak berperan dalam dokumentasi dan narasi untuk program-program Kapiler. Mencari poin menarik dari cerita kehidupan adik panti asuhan. Mengobrol dengan pengurus panti terkait kebutuhan anak asuhnya. Juga ikut penyaluran bantuan saat di panti. Kita sadar, anak panti disini butuh kedekatan emosional, tapi di sisi lain butuh dibantu untuk kebutuhan materi mereka. Kalau sebelumnya pernah jadi relawan MKP (Main ke Panti) nya Kapiler, dan ikut komunitas yang concern ke panti asuhan juga.
Senang aja main sama anak-anak sih, ngobrol, ngedongeng buat mereka, tutur kak Ima.
Cerita pengalaman berkesan selama ke panti asuhan?
Pengalaman berkesan selama ke panti asuhan banyak sih, ya. Tapi ada satu yang paling diinget, kata kak Ima. Sewaktu kuliah, kak Ima pernah main ke panti asuhan di Bandung, dekat kampusnya. Sambil membawa santunan sembako, sekalian bermain dengan anak-anak. Ketika itu di pantinya banyak bayi dan balita. Pertama berkunjung ke ruangan bayi, kemudian ke ruangan balita yang diisi banyak boks tidur berjajar.
Pertemuan dengan Ridho, si anak penyayang meski terbatas dalam berkomunikasi.
Anak-anak yang ada di boks bayi kebanyakan langsung berdiri dan menggapaikan tangan melihat kedatangan kakak-kakak pengunjung panti. Namun, kak Ima menyadari, di tempat tidur pojok ada anak yang tidak menyambut dengan antusias seperti anak-anak lain.
Setelah didekati, ternyata anak tersebut memiliki kondisi fisik khusus. Tangan dan kakinya melengkung, sehingga sulit berdiri. Pandangan matanya pun kurang fokus ketika disapa. Namun ketika kak Ima berusaha mengajaknya bermain, ekspresinya berubah senang. Ridho namanya, kata ibu pengurus panti. Sejak hari itu, kak Ima sering berkunjung ke panti asuhan tersebut untuk mengajak bermain Ridho.Rasanya ada tambahan energi dan rasa syukur setiap melihat keceriaan Ridho.
Sampai suatu hari.
“Ridho, kakak pulang dulu ya,”
Biasanya, setiap kak Ima akan pulang, Ridho akan meloncat girang seperti mengiyakan, ‘Oke, nanti main ke sini lagi ya,’ tapi hari itu Ridho terdiam, kedua tangannya berusaha memeluk lengan kak Ima. Murung. Akhirnya kesibukan akademik; persiapan magang, skripsi, sampai wisuda membuat kak Ima lama tidak datang lagi ke panti.
Ketika akhirnya berkunjung ke panti asuhan itu lagi, Kak Ima mendapat kabar bahwa Ridho sudah berpulang karena sakitnya. Ternyata Ridho menutup mata hanya berselang beberapa bulan setelah kunjungan terakhir di mana dirinya terlihat berat melepas kepergian kakak yang kehadirannya mulai terbiasa dirasakan.
Peristiwa itu menjadi salah satu kejadian yang membekas di hati, bagaimana anak-anak butuh kasih sayang, meski mereka yang kemampuan interaksinya terbatas sekalipun. Juga menjadi pengingat untuk kak Ima terus bersyukur dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki.
Bagaimana tipsnya agar bisa nyaman berkomunikasi dengan anak-anak?
Jadi diri sendiri saja. Yang penting bagaimana kita merasa nyaman, kata kak Ima. Kalau kakaknya nggak nyaman, nanti akan kerasa sama anak-anak. Membuat ikatan dengan anak-anak itu bisa melalui banyak cara. Ada teman kak Ima yang karakternya pendiam, tidak banyak ngomong, tapi suka mengajar anak-anak panti menggambar. Mereka senang juga jadinya.
Baca juga: Ngulik Relawan Asik #3: Mau Volunteering, Niat Juga Penting
Dalam bukunya Quiet: The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking, peneliti psikologi Susan Cain menyebutkan bahwa orang introver yang memiliki kecenderungan penyendiri dan sedikit bicara sekalipun bisa berbicara dengan lancar ketika membahas topik yang disukai, yang merupakan sumber semangat. Selain menjadi teman bercerita adik panti asuhan, kakak relawan juga bisa berkontribusi dengan cara lain, seperti berbagi keterampilan yang dikuasai.
Oliver Burkeman, kolumnis The Guardian, menyebutkan bahwa di jaman sekarang, kapasitas untuk menoleransi ketidaknyamanan kecil adalah kekuatan super. Di era media sosial, menurut Burkeman, kita terbiasa dengan kesenangan instan yang didapat dari buka aplikasi dan scroll pada saat kita jenuh. Hal ini dapat berpengaruh sehingga ketika menghadapi kesulitan di dunia nyata kita menjadi menjadi kurang sabar. Nyaman bekerja dan berkomunikasi dengan anak-anak memang butuh waktu, latihan, dan terutama, kesabaran.
Baca juga: Kintsugi, Seni Menghargai Kekurangan
Khonza Hanifa/Kapilerindonesia